Melihat kinerja pengelola listrik negara yang makin hari makin
carut marut, nampaknya kehadiran perusahaan listrik swasta merupakan solusi
yang cukup bagus guna menjamin kebutuhan masyarakat akan listrik. Pemadaman
bergilir yang terjadi hampir setiap hari selama berjam-jam merupakan bukti
bahwa pengelola listrik di negeri ini butuh saingan agar listrik tidak
dimonopoli oleh pengelola dan penyedia listrik milik negara saja. Masyarakat
butuh alternatif dan berhak memilih untuk menggunakan jasa penyedia listrik
milik negara ataukah swasta.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli
murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen
tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Monopoli perusahaan listrik milik Negara ini
membuat masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Sebagai satu-satunya pengelola
listrik, sudah sepantasnya pengelola listrik negara berbenah akan
ketidak-nyamanan yang ia berikan kepada rakyat. Barang-barang eletronik sudah
banyak yang rusak akibat pemadaman bergilir. parahnya lagi, tidak ada informasi
tentang jadwal pemadaman bergilir yang dikeluarkan. Ini merupakan sebuah bentuk
penghianatan terhadap rakyat. (http://m.kompasiana.com/post/urban/2011/11/23/indonesia-kini-butuh-perusahaan-listrik-swasta/ di
akes tanggal 25 Mei 2012).
Listrik merupakan salah satu kebutuhan yang sangat
mutlak bagi para pelaku ekonomi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Namun
kenyataannya, dengan APBN yang selalu defisit dan selama puluhan tahun PLN baru
mampu melayani sekitar 60 persen bagi masyarakat. Itu pun tak lepas dari
pemadaman listrik. Dengan asumsi APBN selalu defisit dan pemerintah cenderung
selalu membuat utang bagi sebagian proyek- proyeknya, maka ada baiknya
pemerintah tegas memberikan kesempatan bagi pihak swasta untuk mendirikan
beberapa perusahaan listrik swasta (PLS). Dengan demikian, masyarakat memiliki
banyak pilihan terhadap energi listrik.
Dengan adanya beberapa Perusahaan Listrik Swasta
(PLS) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, maka kebutuhan masyarakat
terutama di sektor ekonomi dan bisnis akan terpacu lebih cepat. Walaupun PLS
dimiliki pihak swasta, namun listrik dan kebijakan energi tetap di tangan
pemerintah. Dari PLS pemerintah bisa memungut pajak dan pajak itu bisa
dimanfaatkan untuk subsidi PLN. (http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailopiniindex&kid=2&id=2807/ di
akses tanggal 25 Mei 2012)
“…. Listrik swasta sekarang ini sudah mencapai 18%
dari seluruh kapasitas pembangkitan di Indonesia. saya bependapat sebaiknya
peranan swasta ini dibatasi sampai kira-kira maksial 40%. Jangan sampai menjadi
mayoritas. Pengalaman Negara lain, yang listriknya didominasi swasta harga
listrik cenderung tidak terjangkau oleh masyarakat dan akhirnya menghambat
pertumbuhan ekonomi. kecuali kelak, kalau kita sudah menjadi Negara maju”.
Komentar Dahlan Iskandar tentang Kapasitas pembangkit listrik di Indonesia yang
di kelola swasta pada “Dialog Kepemimpinan Dahlan Iskandar Bersama Alumni ITB”
disaat Dahlan masih menjabat sebagai Direktur Utama PT. PLN (Persero) yang
sekarang menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia ke- 6. Dan
merupakan Presiden Direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta : PT.
Cahaya Fajar Kaltim dan PT. Prima Electric Power.
Nah, dari komentar Dahlan di atas, saya berani
mengatakan “BISA” dalam hal perusahaan swasta mengelola listrik juga. Pihak
swasta boleh mengelola listrik tetapi dangan ketentuan-ketentuan yang berlaku
dan tidak melanggar Undang-Undang guna untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi
masyarakat secara adil dan merata. Ada baiknya pemerintah membuka
kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidan listrik. Akan
tetapi pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor
tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat.
Dan pemerintah sebagai pengelola
produk BUMN mempunyai tujuan untuk mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa
public oleh perusahaan swasta yang kuat. karena apabila terjadi monopoli pasar
atas barang dan jasa yang memenuhi hajat orang banyak, maka dapat dipastikan
bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga
yang cenderung meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar