Kamis, 07 Februari 2013

TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA


Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari     sektor  pertanian ke sektor industri     atau jasa, dimana setiap perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian  ke  sektor  industri. Perubahan  struktur  atau transformasi  ekonomi  dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan  faktor-faktor  lain  yang diperlukan  secara  terus  menerus  untuk  meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan   pendapatan   perkapita (Chenery  1960, 1964;  Chenery,  Robinson  dan  Syrquin  1986;  Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968; Chenery dan Watanabe 1958). Selanjutnya, Nasoetion  (1991)  mengatakan  bahwa  transformasi  struktural  adalah  gejala  alamiah yang  harus  dialami  oleh  setiap  perekonomian  yang  sedang  tumbuh. Oleh  sebab  itu kebijaksanaan   rekayas transformasi   struktur   ditujukan untuk memaksimumkan dampak positif dari transformasi tersebut.

Untuk Indonesia, Hill (1996) menguraikan transformasi    struktural pada periode 1966–1992 dengan obyek penelitian perekonomian  Indonesia.  Hasil penelitian  menunjukkan,  bahwa  transformasi  yang terjadi  di  Indonesia  pada kurun  waktu  tersebut  dinilai  sangat  terlalu  cepat.  Hal  ini ditandai dengan sumbangan sektor pertanian terhadap Gross Domestic Product (GDP) telah menyusut hingga kurang dari setengahnya sejak tahun 1966, dan pada tahun 1992 sumbangannya  hanya  tinggal  36%.  Penurunan  ini  ternyata  diikuti dengan kenaikan sumbangan sektor industri (secara luas mencakup pertambangan, industri manufaktur, fasilitas  umum  dan  kontruksi), yang sumbangannya  pada  saat  itu  sebesar  35%  lebih besar dari nilainya pada pertengahan dekade 1960-an.

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah penduduk, penyediaan kesempatan kerja, distribusi pendapatan, tingkat output yang dihasilkan, penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penerimaan pajak dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan ekonomi hubungan dan keterkaitan antar sektor-sektor perekonomian akan selalu terjadi. Dengan kata lain setiap sektor perekonomian saling mempengaruhi dan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Pada umumnya setiap negara mempunyai sektor-sektor ekonomi andalan sebagai pemacu timbulnya kegiatan perekonomian atau sebagai penyangga perekonomian negara tersebut.

Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde Baru  hingga kecenderungannya  pada  era  globalisasi  pada  tahun  2020  nanti, maka akan kita peroleh suatu perkembangan yang “taat asas”. Artinya, produk unggulan  maupun  andalan  pemasukan  devisa  (PDB)  secara  perlahan  namun pasti menunjukkan pergeseran dari sektor primer, sekunder dan tersier. Hal ini secara langsung juga membawa pengaruh terhadap perubahan struktur sosial masyarakat, dari budaya pertanian tradisional menjadi budaya industri modern.

Pada   akhi tahun   1980-an   atau   awal   tahun   1990-an,   terjadi  transformasi struktural  ekonomi  yang  cukup  besar  yaitu  bergesernya  peranan sektor  yang  dominan dari  sektor  pertanian  ke  sektor  industri  manufaktur, dimana  kontribusi  sektor  industri manufaktur  (23.5%)  lebih  tinggi  dari  sektor pertanian  (16.5%)  selama  periode  tahun 1990  -1996.  Terjadinya  perubahan struktural  ekonomi  tersebut  karena  didukung  oleh kebijakan  pemerintah  yang langsung  atau  tidak  langsung  mendorong  sektor  industri manufaktur. Dukungan pemerintah terhadap industri manufaktur  tercermin pada GBHN 1993 yang  menyatakan  bahwa  sasaran  pembangunan  industri  manufaktur  pada akhir PJP  II  adalah  terwujudnya  sektor  industri  yang  kuat  dan  maju sehingga  mampu menunjang terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal. Pada  saat  Indonesia  mengalami  krisis  ekonomi,  dengan  diawali oleh krisis moneter pada bulan Juli 1997, sektor perekonomian yang terkena dampak paling besar adalah  sektor  industri  manufaktur.  Pada  tahun  1998, pertumbuhan ekonomi  Indonesia sebesar 13.1%, hampir seluruh sektor perekonomian mengalami kontraksi/pertumbuhan  negatif (sektor pertanian, peternakan, kehutanan  dan perikanan mengalami  kontraksi  paling  rendah  sebesar  -1.3%), hanya  sektor  listrik,  gas  dan  air minum yang tumbuh positif sebesar 3.0%. (http://duniabirulaut.blogspot.com/2012/02/transformasi-struktural-perekonomian.html/ di akses tanggal 09 November 2012)

Selasa, 19 Juni 2012

SEWA GUNA USAHA (LEASING)


1.   
Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)

Beberapa pengertian sewa guna usaha atau dikenal dengan  istilah leasing yang dikemukakan oleh beberapa sumber sebagai berikut:
1.      Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
2.      Menurut Financial Accounting Standard Board, Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian penyediaan barang- barang modal yang digunakan untuk suatu jangka tertentu.
3.      The Equipment Leasing Association Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang (asset) tertentu  langsung dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak pemelikan barang tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
4.      Sewa guna atau leasing menurut PERPRES No.9 tahun 2009 lembaga pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu bedasarkan pembayaran secara angsuran.

Dari defenisi tersebut pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.

2.   Sejarah dan Perkembangan Sewa Guna Usaha (Leasing) di Indonesia

Leasing di Indonesia mulai muncul pertama kali pada tahun 1974 bedasarkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan No. Kep. 122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Febuari tentang perizinan usaha leasing. Sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang dalam member izin usaha bagi perusahaan leasing.
Menteri Keuangan mengeluarkan surat keputusan No. 649/MK/ IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Untuk mendukung perkembangan usaha ini Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan surat keputusan No.650/ MK/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
Pada awal kemunculan leasing ini tidak menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Hingga tahun 1980 jumlah perusahaan leasing yang ada hanya sebanyak 5 buah. Setelah itu di tahun 1981 meningkat menjadi 8 buah perusahaan. Perkembangan ini mencapai puncaknya pada akhir tahun 1984 dengan jumlah perusahaan sebanyak 48 buah. Sebagai sesame industry keuangan, perkembangan leasing bisa dikatakan relative tertinggal dibanding yang lain, perbankan contohnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca pakto 1988.
Namun dengan keputusan presiden No. 61 tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1988 atau yang lebih dikenal dengan istilah Pakdes diperkenalkan suatu lembaga pembiayaan yang salah satu bidang usahanya adalah leasing, meskipun sebelum itu usaha leasing telah dilakukan namun dalam pelaksanaanya usaha leasing dilakukan secara tersendiri.
Dengan dibentuknya lembaga pembiayaan maka leasing termasuk kedalamnya disamping factoring, modal ventura, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.

3.   Ketentuan Sewa Guna Usaha (Leasing)

Unidroit adalah lembaga antar negara yang melakukan pengkajian tentang langkah-langkah harmonisasi, modernisasi dan koordinasi di bidang hukum perdata antar negara atau kelompok negara, khususnya di bidang perdagangan. Pada tahun 2008, statuta UNIDROIT telah diratifikasi melalui Perpres No 59 tahun 2008 tentang Pengesahan Statute of the International Institute for the Unification of Private Law (Statuta Lembaga Internasional Untuk Unifikasi Hukum Perdata).
Indonesia yang merupakan bagian dari perdagangan dunia mau tidak mau harus mengkaji materi ini kedalam peraturan perundang-undangan nasional, mengingat pembangunan hukum nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan hukum dunia, khususnya untuk mengharmonisasi ketentuan hukum nasional dengan perkembangan dunia internasional.
Alternatif fasilitas pendanaan seperti leasing merupakan salah satu bisnis lembaga keuangan yang berkembang sangat pesat, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pembiayaan investasi melalui leasing kelihatannya lebih memberikan kemudahan dibandingkan dengan pembiayaan melalui pinjaman dari bank.Akan tetapi kita belum punya payung hukum yang ketat terkait hal tersebut sampai saat ini.
Leasing adalah istilah bahasa asing yang artinya pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 PERMENKEU No 84/PMK.012/2006 tanggal 29 September 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, menyatakan leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease), maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Sumber hukum umum yang terkait dengan perjanjian lease ini antara lain, asas Konkordasi Hukum berdasarkan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. Pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I buku III KUH Perdata. Pasal 1548 sampai 1580 KUH Perdata (Buku III Bab VII) yang berisikan ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. Pasal ini membahas hak dan kewajiban leasor dan leasee.
Keppres No 61 tahun 1988 tentang Perusahaan Pembiayaan (LNRI tahun 1988 nomor 53). Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012.2006 tanggal 29 September 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Sedangkan aturan khusus tentang Perizinan Usaha Leasing ini diatur dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan nomor: KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor:32/M/SK/2/1974, Nomor:30.Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974.
Dalam praktek leasing seringkali terjadi wanprestasi yang umumnya dilakukan oleh leasee (peminjam) antara lain; menunda pembayaran sewa, tidak membayar denda atas keterlambatan pembayaran sewa, tidak mampu sengaja atau tidak sengaja tidak membayar sewa yang sudah jatuh tempo, serta mensub-lease, mengalihkan, menjual, menjadikan barang tersebut sebagai jaminan hutang dengan tujuan antara lain melepaskan diri dari pembayaran sewa yang dilanggar serta menghilangkan barang dan lain sebagainya.
Seorang debitur yang melakukan wanprestasi akan dikenakan sanksi atau hukuman, seperti: membarayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata). Pembatalan Perjanjian melalui keputusan hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).Peralihan resiko kepada debitur (Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR.
Namun  sesungguhnya pasal 1266 KUH perdata tersebut hanya bersifat mengatur maka dapat dikesampingkan oleh para pihak yang terkait. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian lease, sebaiknya dicantumkan suatu klausul yang mengesampingkan berlakunya Pasal 1266 KUH Perdata tersebut.

4.   Pihak-pihak yang Terlibat dalam Sewa Guna Usaha (Leasing)

Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan, yaitu : lessor, lessee, supplier, dan bank atau kreditor.
1.      Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
2.      Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.
3.      Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.
4.      Bank. Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor, terutama dalam mekanisme leverage lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari bank, untuk memperoleh barang-barang yang nantinya akan dijual sebagai objek leasing kepada lessee atau lessor.

5.      Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)

Kegiatan sewa guna usaha menurut Pasal 3 KEPMENKEU NO.448 adalah sebagai berikut:
Ayat (1) : Kegiatan“ Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut”
Ayat (2) : Dalam“ kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali”
Ayat (3) :  Sepanjang“ perjanjian Sewa Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan (lessor)”
Kegiatan antar perusahaan leasing dapat berbeda. Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/ KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:
1.      Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease) Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barangmodal yang  dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor. Dalam perjanjiansewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee. Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi kedalam bentuk- bentuk sebagai berikut:
a.      Direct Finance Lease, Transaksi ini dikenal dengan nama true lease. Dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee. Lessee dapat menentukan barang yang diinginkan termasuk penentuan harga dan supliernya. Oleh karena itu proses pembelian yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
b.      Sales And Lease Back, Dimana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut, antara lessee dengan lessor. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja pihak lessee.
2.      Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease) Kriteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagi berikut: Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor. Didalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee. Sedangkan dalam operating lease dimana pihak lessor sengaja membeli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee.

6.      Mekanisme Sewa guna Usaha (Leasing)

Dari definisi leasing yang telah dibahas pada bagian-bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa leasing mengandung arti suatu perjanjian antara pemilik barang (lessor) dengan pemakai barang (lessee). Mekanisme leasing tersebut merupakan dasar-dasar dalam suatu transaksi leasing (basic lease). Pihak lessee berkewajiban membayar sewa secara periodic kepada lessor sebagai kompensasi atas penggunaaan barang tersebut. Dalam definisi ini hanya dua pihak yang terkait yaitu lessor dan lessee padahal dalam suatu mekanisme transaksi leasing.
Perjanjian atau kontrak leasing umumnya dalam bentuk tertulis, dan memuat berbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut antara lain memuat jangka waktu barang tersebut akan digunakan, jumlah dan cara pelaksanaan angsuran leasing, spesifikasi barang yang yang di-lease dan persyaratan pengalihan pada akhir masa kontrak leasing.
Unsur-Unsur Perjanjian Pada Leasing Ada 10 unsur-unsur penting yang terdapat pada perjanjian leasing. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah:
1.      Negosiasi: Calon lesse melakukan negosiasi dengan supplier mengenai barang yang dibutuhkan. Negosiasi ini melputi tentang harga, jenis barang beserta seri atau tipenya dll.
2.      Supplier: Penghasil barang, dealer ataupun distributor dari barang yang dibutuhkan oleh lessee.
3.      Lessee: Pihak yang akan memakai barang yang akan dileasekan. Merupakan pemilik barang secara ekonomis dan ia pula yang bertanggung jawab atas perawatan barang, asuransi, dan hal-hal yang berkenaan dengan pengoprasian barang tersebut.
4.      Lessor: pihak yang memiliki barang yang menjadi obyek perjanjian leasing.
5.      Kontrak Leasing: Kontrak yang dilakukan antara lessor dan lessee yang merupakan landasan hukum atas perjanjian leasing yang telah disepakati bersama. 
6.      Harga Barang:  Harga final yang telah dinegosiasikan antar lessee dan supplier dan juga merupakan harga yang dibayar oleh lessor kepada supplier. 7.
7.      Hak Pemilikan Barang: Hak ini mulai dilimpahkan kepada lessor pada saat pembayaran telah dilakukan.
8.      Pembayaran Rental: Pembayaran ini dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan, ataupun tengah tahunan atas penggunaan barang selama masa perjanjian leasing.
9.      Periode Leasing: merupakan masa berlangsungnya perjanjian leasing yang telah disetujui bersama antara lessor dan lessee.
10. Nilai Sisa: Berdasarkan nilai sisa yang telah disetujui bersama (menurut peraturan besarnya nilai sisa minimal adalah 10% dari harga barang tersebut). Maka lessee mempunyai hak untuk membeli barang tersebut.

7.      Penggolongan Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing)

Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1.      Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, misalnya bank-bank, dapat pula disebut sebagai lessor independent. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier (manufacturer) yang sering disebut dengan vendor program.
2.      Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan trasdisional. Captive lessor ini sering pula disebut dengan twoparty lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.
3.      Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah leasebroker atau packagerBroker leasing berfungsi mempertemukan calon lessee denngan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing. Broker leasing beasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing.


Anonim. 2012. Sewa Guna Usaha (Leasing). http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/18 April 2012.

Aprilia, Kismi. 2011. Sewa Guna Usaha (Leasing). http://kismiaprilia.blogspot.com/2011/03/sewa-guna-usaha-leasing.html?m=1/18 April 2012.